RESUMAN
SEKRIPSI
“TINJAUAN
HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
JUAL
BELI GABAH DI DESA TANJUNGREJO
KECAMATAN
KEBONSARI
KABUPATEN
MADIUN”
Resuman ini diajukan untuk memenuhi tugas pada matakuliah
“Metode Penelitian”
Oleh:
MUHAMMAD UMAR SAIFUDDIN
NIM.
2110209058
Dosen Pengampu:
AJI DAMANURI, M.E.I
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI MUAMALAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONOROGO
2012
TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PRAKTEK JUAL
BELI GABAH DI DESA TANJUNGREJO KECAMATAN KEBONSARI KABUPATEN MADIUN
Oleh: IRCHAM JUNAIDI(NIM. 242042018)
I.
KONSEP
JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM.
A.
Pengertian
dan Dasar Hukum Jual Beli
1.
Pengertian
Jual Beli
Kata jual dalam bahasa Arab adalah بيع yang merupakan bentuk masdar dari
kata kerja يبيع - بيع -باع artinya menjual, sedangkan kata beli dalam bahasa Arab dikenal dengan
شراء yaitu masdar dari
kata شرى – يشرى – شراء artinya
membeli. Jadi kata jual dan beli
mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang, kata jual menunjukkan
perbuatan menjual, sedangkan beli adalah perbuatan membeli.
Pengertian
jual beli menurut istilah adalah pertukaran harta atas
dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Menurut ulama madhhab Hanbali jual beli adalah saling menukar harta dalam
bentuk pemindahan pemilikan. Dalam hal ini mereka memberi penekanan pada kata
“pemilikan” karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus
dimiliki seperti sewa-menyewa.
Inti
dari jual beli antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Pertukaran
harta antara dua pihak atas dasar saling rela.
b.
Memindahkan
milik dengan ganti yang dapat dibenarkan yaitu berupa alat tukar yang sah dalam
lalu lintas perdagangan.
Cara pertama yaitu pertukaran harta atas
dasar saling rela itu dapat dikatakan jual beli dalam bentuk barter
(dalam pasar tradisional), sedangkan dalam cara yang kedua, berarti barang
tersebut dipertukarkan dengan alat ganti yang dapat dibenarkan.
2.
Dasar
Hukum Jual Beli
Dasar hukum tersebut diantaranya:
a.
Al-Qur’an
... 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ... ÇËÐÎÈ
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB ... ÇËÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”.
b.
Al-Hadits
عَنْ رِفَاعَةِ بْنِ
رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَ ص.م. سُئِلَ: أَيُّ اْلكَسْبِ أَطْيَبُ ؟
قَالَ: عَمَلٌ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ. (رَوَاهُ البزار
وَصَحَحَهُ اْلحََاكِمُ)
Artinya:
Dari Rifâ’ah ibn râfi’, sesungguhnya Nabi saw ditanya apa perolehan yang
baik-baik? Beliau menjawab: “bekerja dengan tangan sendiri dan tiap jual beli
yang mabrur.”
عَنْ اَبِي دَاوُوْدَ
بْنِ صَالِحْ المَدَنِيْ، عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَعِيْدِ
اْلخُدْرِيّ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. م. إِنَّمَا اْلبَيْعُ عَنْ
تَرَاضٍ. (رَوَاهُ إِبْنِ مَاجَهْ)
Artinya:
Dari Abî Dâwûd ibn Sâlih al Madanî dari ayahnya, dia berkata: Aku
mendengar Abâ Sa’îd al Khudrî berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
jual beli itu atas dasar suka sama suka (rela).”
c.
Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa Jual beli
sudah berlaku (dibenarkan) sejak zaman Rasulullah Saw hingga hari ini. Kebolehan jual beli berdasarkan alasan bahwa
manusia tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri tanpa adanya bantuan orang
lain.
Sebagai contoh, seseorang yang mempunyai banyak uang tetapi dia tidak mempunyai
bahan makanan, maka secara otomatis dia harus menukarkan uangnya dengan orang
yang mempunyai bahan makanan, dan hal ini tentu terjadi melalui kegiatan jual
beli.
B.
Rukun
dan Syarat Jual Beli
1.
Rukun
Jual Beli
Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual beli adalah sebagai berikut:
a. Ada orang yang beraqad atau al-‘âqidain
(penjual dan pembeli)
b. Ada sîghat (lafaz îjâb dan qabûl)
c.
Ada barang yang
diperjualbelikan dan alat penukar barang.
Dalam
perbuatan jual beli, ketiga rukun tersebut hendaklah dipenuhi, sebab jika salah
satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan
sebagai perbuatan jual beli.
2.
Syarat Jual Beli
Jual beli dapat
dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat jika masing-masing
rukun yang ada tersebut memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh shara’.
Berikut ini dijelaskan syarat-syarat jual beli:
a.
Syarat
Subyak (‘âqid)
1)
Tamyîz
(berakal)
2)
Atas
kehendak sendiri
3)
Bukan pemboros (mubazîr)
4)
Baligh
b.
Syarat
sah aqad (Îjâb dan Qabûl)
Aqad adalah suatu perikatan antara îjâb
dan qabûl dengan cara yang dibenarkan shara' yang menetapkan adanya
akibat-akibat hukum pada obyeknya. Îjâb berarti ucapan pihak pertama
yang mempunyai tujuan untuk hal yang diinginkan sedangkan qabûl adalah
pernyataan pihak kedua yang bertujuan menerima.
c.
Syarat
obyek
Dalam buku Terjemah Bidâyat
al-Mujtahid yang diterjemahkan oleh Abdurrahman dan Haris Abdullah
menguraikan bahwa syarat-syarat barang yang menjadi obyek aqad haruslah
diketahui kadar, sifat, wujud dan diketahui pula masanya, serta dapat
diserahterimakan, sehingga dapat terhindar dari kesamaran dan riba. Secara umum
syarat barang yang diperjual belikan adalah:
1)
Suci
2)
Dapat
dimanfaatkan
3)
Milik
orang yang melakukan aqad
4)
Dapat
diserahkan
5)
Dapat
diketahui barangnya
6)
Barang
yang ditransaksikan ada di tangan
7)
Barang
atau uang dijadikan objek transaksi itu mestilah sesuatu yang diketahui secara
transparan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
C.
Macam-macam
Jual Beli
Jumhur
ulama membagi jual beli menjadi dua, sebagaimana yang dijelaskan Rachmat Syafi'i yaitu sebagai berikut:
a.
Jual beli sah (sahîh) yaitu jual beli yang memenuhi
ketentuan shara’ baik rukun
maupun syaratnya.
b.
Jual beli tidak sah yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu
rukun dan syarat jual beli sehingga jual beli menjadi menjadi rusak (fasid) atau
batal.
D.
Bay’
al-Mu’âtâh
1.
Pengertian
Bay’ al-Mu’âtâh
Bay’ al-Mu’âtâh
adalah jual beli tanpa menyebutkan lafaz îjâb dan qabûl. Meskipun
tanpa ucapan, antara pihak yang beraqad telah sepakat mengenai barang maupun
harga dalam jual beli. Îjâb dan qabûl dalam jual beli seperti ini
diwujudkan dalam bentuk tindakan.
Jual beli al-Mu’âtâh
dilaksanakan dengan cara pembeli mengambil barang yang dikehendaki kemudian
membayar sebagaimana harga yang telah diketahui. Jual beli semacam ini sudah
banyak terjadi pada zaman modern ini. Hal itu dapat kita lihat pada jual beli
di super market atau swalayan. Dapat dilihat bahwa biasanya pembeli mengambil
barang dan membayar uang, serta tindakan penjual menerima uang dan menyerahkan
barang tanpa adanya perkataan apapun.
2.
Hukum
Bay’ al-Mu’âtâh
Para fuqaha berselisih pendapat tentang
hukum bay’ al-mu’âtâh. Perbedaan pendapat tersebut terkait dengan
perwujudan îjâb dan qabûl dengan cara tindakan tanpa adanya
ucapan antara kedua belah pihak. Di antara pendapat-pendapat tersebut antara
lain:
1.
Menurut
pandangan Imam Shafi’i dan Dawud Azahirî hukum bay’ al-mu’âtâh
ini tidak sah. Transaksi jual beli harus harus harus dilakukan dengan ucapan
yang jelas yaitu dengan lafaz îjâb dan qabûl yang menunjukan jual
beli. Mereka beralasan bahwa unsur utama dalam jual beli adalah adanya
kerelaan. Sedangkan unsur kerelaan adalah hal yang tersembunyi di dalam hati,
oleh karena itu kerelaan perlu diwujudkan dengan lafaz îjâb dan qabûl.
Sebagian ulama madhab Shafi’i seperti
Imam Nawawi dan al-Baqawi menyatakan bahwa bay’ al-mu’âtâh
hukumnya sah. Bay’ al-mu’âtâh sah jika praktek tersebut merupakan
kebiasaan suatu masyarakat di daerah tertentu. Sebagagian ulama madhab Shafi’i
hanya membedakan antara jual beli dalam pasrtai besar dan partai kecil. Jika
jual beli tersebut dalam partai besar, maka bay’ al-mu’âtâh itu
tidak sah, tetapi jika jual beli tersebut dalam jumlah kecil, maka bay’
al-mu’âtâh tersebut sah hukumnya.
2.
Menurut
pendapat Jumhur Fuqaha’ Hanafi, Maliki, Hanbali, mereka berpendapat transaksi bay’
al-mu’âtâh ini boleh hukumnya. Hal ini diperblehkan jika sudah
merupakan kebiasaan masyarakat. Hal tersebut telah menunjukkan adanya kerelaan
antara kedua belah pihak. Menurut jumhur ulama, diantara unsur dalam jual beli
adalah suka sama suka. Perihal mengambil barang dan membayar harga barang oleh
pembeli telah menunjukkan îjâb dan qabûl dan telah mengandung
unsur kerelaan.
II. PELAKSANAAN
JUAL BELI GABAH DI DESA TANJUNGREJOKECAMATAN KEBONSARI KABUPATEN MADIUN.
A.
Aqad
Jual Beli Gabah di Desa Tanjungrejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun
Manusia pasti memerlukan orang lain,
sebab manusia bukan merupakan makhluk individu tetapi manusia adalah makhluk
sosial yang harus bermasyarakat anatara satu dengan yang lainnya. Manusia
saling membutuhkan untuk mendukung kelangsungan hidupnya, sehingga terjadi mu’amalah
seperti adanya praktek jual beli.
Dalam praktek jual beli, ‘aqad merupakan
unsur yang sangat penting untuk dicermati, karena dari aqad tersebutlah jual
beli dapat dikatakan sah atau tidak. Dengan keabsahan akad maka telah
menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah rida atau rela untuk
melakukan transaksi jual beli.
Jual beli gabah di Desa Tanjungrejo merupakan aktivitas yang
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hidup masyarakat, karena rata-rata
perekonomian mereka terfokus pada sektor pertanian, terutama petani gabah.
Namun demikian ada sebagian lain yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil,
wiraswasta, dan lain sebagainya, namun pertanian merupakan sektor yang paling
utama. Jual beli gabah juga merupakan salah satu
bentuk tolong menolong antar masyarakat di Desa Tanjungrejo. Petani yang
mempunyai kelebihan gabah dia dapat menukarkan gabahnya dengan sejumlah uang
yang diperlukan untuk kebutuhan lain. Demikian juga dengan pembeli yang
memerlukan gabah, baik untuk dijual kembali maupun dikonsumsi sendiri dia dapat
membeli kepada petani, karena rata-rata penduduk yang membeli gabah dari petani
mereka tidak mempunyai lahan untuk bertani dan sekaligus berprofesi sebagai
pedagang gabah.
‘Aqad
jual beli gabah di Desa Tanjungrejo terjadi ketika petani (penjual) datang
kepada pembeli dengan mengungkapkan maksudnya untuk menjual sejumlah gabah
mereka. Aqad biasanya dilakukan dengan lisan atau kata-kata yang dapat dipahami
oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Tidak ada ketentuan yang mengikat
antara kedua belah pihak saat melakukannya, sehingga penjual bebas menjual
kepada siapa saja yang dikehendaki, dan tentunya penjual harus mengikuti cara
yang telah ditetapkan oleh pembeli. Karena setiap pembeli gabah di Desa
Tanjungrejo menggunakan cara yang berbeda-beda.
Contoh sighat aqad dalam Jual beli gabah
di Desa Tanjungrejo seperti halnya yang dilakukan oleh salah satu penjual
Misalnya: “Pak, saya jual gabah 15 karung ini kepada bapak”, kemudian pembeli
menjawab “ya, saya beli gabah bapak”. Setelah dijawab oleh pembeli, maka
selanjutnya pembeli menimbang gabah tersebut. Setelah diketahui total berat
gabah, selanjutnya berat gabah dipotong 0,5 kg. Cara pengurangannya adalah
setiap satu karung dikurangi 0,5 kg.
Aqad jual beli gabah yang lain seperti
yang diungkapkan Bapak Rani misalnya: “Saya jual gabah 5 karung ini kepada
anda”. Kemudian pembeli mengatakan “iya pak, saya bersedia membelinya”. Setelah
ada kesepakatan maka pembeli menimbangnya dan pembeli kemudian membayar harga
gabah tersebut sesuai dengan berat yang ada, tanpa ada pengurangan.
B.
Pelaksanaan
Jual Beli gabah di desa Tanjungrejo kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun
Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak
Abdul Hamid bahwa ketika dia menjual gabahnya kepada pembeli yaitu dengan cara
ditimbang terlebih dahulu, setelah diketahui berapa jumlah berat gabah
tersebut, maka dari jumlah timbangan tersebut akan dikurangi beberapa kilo
gram, sesuai yang ditentukan oleh pembeli. Pengurangan ini adalah untuk
mengurangi berat karung yang digunakan untuk membungkusnya, karena karung itu
akan dikembalikan lagi kepada penjual, dalam arti lain karung tersebut tidak
dibeli. Namun pada kenyataannya sering kali karung yang dikembalikan tersebut
bukanlah karung milik penjual.
Praktek jual beli gabah masing-masing
orang (pembeli) mempunyai sistem atau cara yang berbeda-beda. Cara tersebut
tergantung keinginan dari pembeli. Cara-cara tersebut sebagai berikut:
1. Membeli gabah sekaligus karungnya
Cara ini merupakan jual beli yang lazim
dilakukan terhadap barang-barang yang terbungkus karung. Misalkan jual beli
semen, pupuk, dan lain sebagainya. Dimana pembeli membeli secara keseluruhan
baik gabah maupun karung, tanpa adanya pengecualian. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Bapak Rani ketika dia menjual gabah 5 karung dengan berat 489
kg, maka berat itu pula yang dihargai oleh pembeli tanpa ada pengurangan.
Pembeli yang menggunakan cara seperti
ini adalah orang yang membeli gabah untuk dikonsumsi sendiri, dan biasanya
jumlahnya pun tidak terlalu banyak. Seperti yang disampaikan Ibu Nanik dia
menggunakan cara seperti ini karena dia membelinya cuma sedikit kurang lebih
lima karung sampai 7 karung. Dia menggunakan cara ini agar tidak mempunyai
tanggungan mengembalikan karung tersebut kepada petani, sehingga konsekwensinya
dia membeli gabah tersebut dengan berat apa adanya tanpa, dikurangi sedikitpun.
2. Membeli gabah tidak dengan karungnya
Cara kedua adalah dengan hanya membeli
gabahnya saja, sedangkan karungnya dikembalikan kepada petani. Dalam menentukan
berat karung yang tidak diikutkan dalam timbangan, dalam prakteknya pembeli
gabah menggunakan cara yang berbeda-beda. Ada dua cara yang digunakan, yaitu:
Pertama, berat
satu karung dianggap 0,5 kg. Artinya setelah gabah ditimbang secara
keseluruhan, maka dari berat gabah tersebut dikurangi 0,5 kg dikalikan dengan
jumlah karung. Sebagai contoh transaksi antara Bapak Mashudi dengan Bapak Hari.
Bapak Mashudi menjual gabah limabelas (15) karung kepada Bapak Hari, setelah
ditimbang beratnya adalah 1320 kg. Karena karungnya dikembalikan kepada Bapak
Mashudi, maka berat yang dihargai bukan 1320 kg, melainkan 1312,5 kg. Cara
menghitungnya sebagai berikut:
Berat total – ( 0,5 x jumlah karung)
1320 – (0,5 x 15)
= 1320 – 7,5
= 1312,5
Bapak Mashudi mengatakan bahwa jual beli
gabah dengan cara ini sebenarnya terlalu banyak timbangan yang dikurangi.
Karena sepengetahuan dia, karung satu buah itu beratnya tidak mencapai 0,5 kg.
Secara pribadi dia menerima saja cara
ini karena bagaimana pun pembeli juga bisnis, dia akan mejual lagi gabah
tersebut sehingga dia harus mencari keuntungan pula, dan jumlahnya pun tidak
terlau banyak masih dalam batas kewajaran. Namun demikian saya lebih puas jika
pembeli menimbang secara pasti karung yang tidak dibeli, karena selama ini
hanya berdasarkan perkiraan saja.
Kedua,
setiap satu kwintal dipotong 0,5 kg. Artinya pada setiap gabah yang ditimbang
beratnya mencapai 1 kwintal diperkirakan berat karungnya adalah 0,5 kg.
Perbedaan penentuan pengurangan berat karung antara cara pertama dan kedua
adalah cara kedua ini tidak memperhatikan jumlah karung yang digunakan untuk
membungkus gabah tersebut melainkan hanya dengan perkiraan bahwa dalam setiap
satu kwintal gabah di dalam karung maka berat karungnya adalah 0,5 kg. Sebagai
contoh adalah transaksi antara Ibu Maryam dengan Ibu Istiani. Ibu Maryam
menjual gabah sebanyak 15 karung kepada Ibu Nanik. Setelah ditimbang beratnya
adalah 1435 kg atau 14 kwintal 35 kg. Maka berat yang dihargai adalah 1428 kg.
cara penghitungannya sebagai berikut:
Berat total – (jumlah kwintal x 0,5)
= 1435 – (14 x 0,5)
= 1435 – 7
= 1428 kg
Sebagaimana yang diunkapkan oleh Ibu
Maryam, bahwa dia lebih senang melakukan jual beli gabah dengan cara seperti
itu, karean pengurangannya tidak terlalu banyak yaitu baru dikurangi setengah kilo
gram jika beratnya telah mencapai satu
kwintal. Kalau cara yang lain dia tidak senang karena pengurangannya terlalu
banyak yaitu setiap satu karung dipotong 0,5 kg, tidak peduli karungnya masih
baru atau sudah agak rusak, padahal berat masing karung tidak sama.
Sebagaimana yang dikatakan
Bapak Asnandar selaku penjual, bahwa dalam hati kecil ia tidak sepakat jika
berat gabah yang ditimbang tersebut selanjutnya dikurangi 0,5 kg dengan alasan
untuk mengurangi berat karung yang tidak dibeli. Kalau
tujuan pengurangannya adalah untuk mengurangi berat karung maka ia menginginkan
agar karung tersebut ditimbang dengan benar bukan dengan perkiraan. Bahkan
seringkali terjadi karung yang dikembalikan kepadanya bukan karung yang
sebenarnya, terkadang karung yang dikembalikan sudah rusak. Akan tetapi dia
pribadi tidak mau mengambil resiko karena hal itu sudah menjadi kebiasaan, dia
tidak ingin hubungan baik yang terjalin selama ini menjadi renggang hanya
gara-gara mempermasalahkan karung yang tidak begitu berharga.
Praktek jual beli gabah di desa
Tanjungrejo merupakan hal yang maklum dan sering dilakukan oleh masyarakatnya,
namun tidak dapat dipungkiri ada perbedaan pandangan masing-masing orang.
Masyarakat yang dapat memakluminya beranggapan bahwa pengurangan tersebut
sah-sah saja karena pembeli juga berbisnis dimana dia juga mencari keuntungan
dari penjualan gabah tersebut, dan pengurangan tersebut juga masih dalam
tingkat yang wajar. Sedangkan masyarakat yang merasa tidak puas dengan hal itu
beranggapan bahwa pengurangan tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang dimaksud
yaitu untuk mengurangi berat karung. Kalau tujuannya untuk mengurangi berat
karung maka sebagian masyarakat yang tidak sepakat menginginkan karung tersebut
sebisa mungkin dipastikan beratnya, bukan hanya dengan perkiraan seperti yang
telah menjadi kebiasaan tersebut.
III. ANALISA HUKUM
ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI GABAH DI DESA TANJUNGREJO KECAMATAN KEBONSARI
KABUPATEN MADIUN.
A.
Analisa
Hukum Islam Terhadap Aqad Jual Beli Gabah di Desa Tanjungrejo Kecamatan
Kebonsari Kabupaten Madiun
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial, dalam hidup mereka memerlukan adanya manusia lain yang
bersama-sama hidup dalam masyarakat. Pergaulan hidup tempat setiap orang
melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain disebut mu’amalah.
Akad merupakan perjanjian atau
kesepakatan yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara satu
pihak dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak
sesuai dengan prinsip shari’ah. Pada
bab sebelumnya telah dikemukakan tentang akad beserta syarat dan rukunnya.
Menurut ulama Hanafiyah rukun akad adalah ijab dan qabul, sedangkan selain
ulama Hanafiyah rukun akad ada tiga, yaitu:
1.
Orang
yang berakad ‘aqid, contoh: penjual dan pembeli.
2.
Sesuatu
yang diakadkan ma’qud ‘alaih, contoh: harga atau yang dihargakan.
3.
Sigat,
yaitu ijab dan qabul.
Jual beli gabah merupakan salah satu
bentuk perjanjian dalam Islam yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Aktivitas tersebut telah menjadi
kebiasaan umum yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Tanjungrejo. Untuk
mengetahui sah atau tidak mengenai akad tersebut harus diketahui terlebih
dahulu mengenai syarat yang harus dipenuhi dalam akad jual beli. Ada
beberapa hal yang harus dianalisa yaitu:
a.
Ditinjau dari aqid
(para pihak
yang berakad)
Aqad jual beli
gabah di Desa Tanjungrejo terdiri dari dua orang yaitu petani gabah atau
penjual dan pembeli gabah. Pemilik gabah adalah orang yang secara sah mempunyai
gabah yang dijadikan obyek jual beli tersebut, sedangkan pembeli adalah orang yang berprofesi sebagai pedagang gabah
yang membeli gabah dalam skala besar dari para petani yang selanjutnya akan
dijual kembali.
Para pihak yang terlibat dalam akad jual beli gabah di desa
Tanjungrejo secara umum telah memenuhi
persyaratan untuk melakukan akad. Penjual maupun pembeli adalah orang dewasa,
mampu berbuat hukum, tidak dalam keadaan hilang akal (mabuk atau gila), tidak
dalam keadaan dipaksa (atas kemauan sendiri) dan dilakukan atas dasar suka
rela. Dalam hukum Islam syarat ‘aqid
secara umum adalah harus memiliki kemampuan untuk melakukan aqad atau mampu
menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil.
Menurut ulama Hanafiyah orang yang berakad disyaratkan harus berakal
yakni sudah mumayyis dan berbilang, sehingga tidak sah apabila aqad
dilakukan seorang diri. Menurut ulama Malikiyah syarat orang yang beraqad
disamping harus mumayyis, keduanya merupakan pemilik barang yang sah,
suka rela dan dalam keadaan sadar. Ulama Shafi’iyah mensyaratkan orang yang
beraqad harus dewasa, tidak dipaksa, Islam dan bukan musuh. Dipandang tidak sah
orang kafir membeli kitab al-Qur’an atau kitab yang berkaitan dengan agama Islam. Ulama Hanabilah mensyaratkan orang
yang berakad harus dewasa dan ada keridaan.
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah mensyaratkan orang yang beqakad harus
berakal dan dapat membedakan (memilih). Aqad orang gila, mabuk dan anak kecil
yang belum dapat membedakan tidak sah, sedang aqad anak kecil yang sudah dapat
membedakan dinyatakan sah hanya sahnya tergantung kepada walinya.
Aqad
jual beli gabah di Desa Tanjungrejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun yang dilakukan oleh kedua pihak yaitu penjual dan pembeli dilakukan oleh orang dewasa, aqad
tersebut dilakukan atas dasar suka rela dan kedua pihak mampu berbuat hukum.
Dengan demikian para pihak yang
beraqad pada aqad jual beli gabah di desa Tanjungrejo telah memenuhi
persyaratan tentang subyeknya atau ‘aqid
dalam hukum Islam.
b.
Ditinjau dari obyek
Syarat-syarat barang yang menjadi obyek
aqad dalam jual beli haruslah diketahui kadar, sifat, wujud dan diketahui pula
masanya, serta dapat diserahterimakan, sehingga dapat terhindar dari kesamaran
dan riba. Hukum Islam melarang memperjual belikan barang yang dikategorikan
barang najis atau diharamkan oleh shara’, seperti darah, bangkai, dan
babi. Karena benda-benda tersebut menurut shari’ah tidak dapat digunakan.
Obyek aqad dalam
jual beli gabah di Desa Tanjungrejo adalah gabah itu sendiri. Sedangkan untuk
pembeli yang menggunakan sistem tanpa potong karung, maka yang menjadi obyek
jual beli adalah gabah sekaligus karung.
Obyek dalam jual
beli gabah di Desa Tanjungrejo dalam hukum Islam dipandang sah, karena sudah
memenuhi persyarat dalam jual beli. Gabah tersebut adalah milik dari petani
yang sah, benda yang suci yang dapat dimanfaatkan, dapat diketahui, serta dapat
diserah terimakan.
c.
Ditinjau dari sighat
Sighat merupakan suatu
cara yang digunakan untuk menyatakan ijab dan qabul dalam sebuah perjanjian. Dalam
menyatakannya tidak ada ketentuan khusus yang mengatur, yang paling penting
adalah maksud dari aqad tersebut dapat dipahami oleh pihak-pihak yang beraqad. Sigat
aqad dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan, atau isyarat yang memberi
pengertian dengan jelas tentang adanya îjâb
dan qabûl, dan dapat berupa perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalam jual beli
tersebut.
Dalam hukum Islam agar aqad benar-benar
mempunyai akibat hukum terhadap obyek aqad, diperlukan beberapa syarat. Menurut
Ahmad azhar basyir agar îjâb dan qabûl benar-benar sah menurut
syara’, disini para Ulama menetapkan tiga syarat yaitu:
a.
Îjâb
dan qabûl harus jelas maksudnya sehingga dapat dipahami oleh pihak
yang melangsungkan aqad. Akan tetapi tidak disyaratkan menggunakan bentuk tertentu
b.
Antara îjâb
dan qabûl harus sesuai
c.
Antara îjâb
dan qabûl harus bersambung.
Sighat yang diucapkan dalam aqad jual
beli gabah di desa Tanjungrejo dilakukan dengan cara langsung yaitu secara
lisan. Seperti yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, bahwa aqad jual
beli diawali dengan ucapan penjual, misalkan “Pak saya jual gabah 15 karung ini
kepadamu” dan dibarengi dengan qabûl oleh pembeli, “Ya saya beli gabah anda”. Setelah îjâb dan
qabûl selesai baru kemudian pembeli
menimbang gabah tersebut. Dari total jumlah timbangan 15 karung tersebut akan
dikurangi terlebih dahulu, yaitu untuk mengurangi berat karung yang tidak
dibeli. Contoh aqad yang lain adalah seperti halnya sighat di atas, akan tetapi
pihak pembeli menghargai gabah tersebut sesuai dengan berat yang ada, tanpa
dikurangi sedikitpun.
Hukum Islam memberikan ajaran bahwa
dalam melakukan aqad masing-masing
pihak harus memenuhi setiap aqad yang telah disepakati bersama tersebut. Hal
ini sebagaimana Firman Allah Swt:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/ 4
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu”.
(QS.Al-Maidah:
01)
Aqad jual beli
gabah di Desa Tanjungrejo sebagaimana yang penulis jelaskan di atas dilihat
dari aspek orang yang berakad maupun obyek jual beli telah memenuhi syarat dan
rukun dalam jual beli. Sighat yang digunakan dalam jual beli gabah tersebut
adalah dengan cara langsung yaitu secara lisan. Hal ini juga sudah sesuai
dengan hukum Islam dimana sudah ada kesepakatan yang menunjukkan kerelaan dari
kedua pihak tanpa ada paksaan.
B.
Analisa
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Gabah di Desa Tanjungrejo Kecamatan
Kebonsari Kabupaten Madiun
Dewasa ini berbagai macam profesi dilakukan oleh seseorang guna
mencukupi kebutuhan hidupnya. salah satunya adalah berbisnis sebagai pedagang
gabah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat desa Tanjungrejo.
Para pedagang biasanya membeli gabah kepada petani setempat dalam skala besar
yang disimpan di dalam gudang dan selanjutnya akan dia jual kembali jika harga
mengalami kenaikan.
Pelaksanaan jual beli gabah di desa
Tanjungrejo ada dua macam yaitu jual beli gabah beserta karungnya dan jual beli
gabah dengan tanpa karungnya. Jual beli gabah beserta karungnya mengandung arti
bahwa pembeli membeli secara keseluruhan baik gabah maupun karungnya, jadi
pembeli tidak susah-susah menghitung jumlah kotor dari gabah tersebut. Maksud
dari jumlah kotor di sini adalah berat karung tersebut. Jual beli gabah dengan
tanpa karung berarti pembeli hanya membeli gabahnya saja sedangkan karungnya
akan dikembalikan kepada penjual. Jual beli dengan model ini pihak penjual akan
memperkirakan berapa berat kotor dari gabah tersebut. Sesuai dengan cara yang
ditentukan oleh pembeli.
Pada jual beli gabah beserta karungnya
hukum Islam memandang bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam,
karena harga yang diberikan oleh pembeli sudah sesuai dengan harga berat gabah
secara keseluruhan. Tanpa ada pengurangan sedikitpun. Dalam jual beli terhadap
benda yang harus ditakar hukum Islam menetapkan bahwa jangan sampai ada penipuan
dalam ukurannya, timbangan harus sesuai dan jangan sampai dikurangi.
Jual beli gabah tanpa diikutkan
karungnya ini ada beberapa hal dimana tidak ada kejujuran dari pihak pembeli
dalam menentukan berat kotor yang harus dikurangi sebagai pengganti karung yang
tidak dibeli. Dalam menentukannya pembeli tidak menimbang secara benar seluruh
jumlah karung yang telah kosong hanya menggunakan perkiraan saja. Secara umum
ada dua cara yang digunakan dalam menentukan berat kotor tersebut:
1.
Berat
satu karung disamakan dengan 0,5 kg
Misalkan
ada sepuluh karung gabah dengan berat 900 kg,. Maka berat kotornya adalah 0,5 x
10 = 5 kg dan berat bersihnya 895 kg. Pada hal berat karung sebanyak sepuluh buah beratnya tidak
mencapai 5 kg.
2.
Setiap
satu kwintal gabah berarti berat karungnya 0,5 kg.
Misalkan
ada 10 karung gabah dengan berat 900 kg. 900 kg sama dengan 9 kwintal, jadi
berat kotornya adalah 0,5 x 9 = 4,5 kg dan berat bersihnya 895,5.
Dari contoh di atas dengan kasus yang
sama tetapi dengan cara perhitungan yang berbeda, maka akan didapatkan hasil
berat kotor yang berbeda pula. Hal ini dapat dimaklumi oleh seluruh masyarakat
Desa Tanjungrejo karena hal itu merupakan sudah menjadi kebiasan masyarakat.
Pejual menyadari bahwa pembeli adalah orang bisnis yang juga mencari
keuntungan. Sehingga mereka juga mempunyai cara-cara yang berbeda dalam membeli
gabah tersebut. Para petani sendiri menyadari bahwa keuntungan yang diperoleh
pembeli masih dalam batas wajar.
Pada dasarnya perniagaan atau
perdagangan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Barang siapa yang
tidak beruntung perdagangannya, maka hal itu dikarenakan ia tidak melakukan
usaha dengan baik dalam memilih dagangan atau dalam bermuamalah dengan orang
lain. Namun jika keuntungan itu didapat dengan jalan yang dilarang maka
hukumnya haram. Islam mengajarkan bahwa segala kegiatan muamalah dilakukan atas dasar tolong
menolong. Ini mengandung arti bahwa dalam mencari harta untuk kebutuhan hidup
jangan sampai dilakukan dengan cara-cara yang bathil seperti penipuan
mengurangi timbangan yang dapat merugikan orang lain serta bermu’amalah dengan
ada unsur gharar. Sebagaimana Firman Allah:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB ... ÇËÒÈ